Nunung Bintari: Awas Pornografi!

BANTUL, sdit.arraihan.org--Tiga hal yang seharusnya menjadi perhatian dalam pendidikan Islam adalah pendidikan akidah, fisik, dan ekonomi. Hal tersebut disampaikan oleh Trianawati Nunung Bintari dalam pertemuan POMG di kelas 2 Sholeh Senin (23/2/2015). Pada kesempatan itu, Ibu yang biasa dipanggil Umi Nunung ini menyoroti permasalahan pornografi.

Menurut Nunung, dengan tidak menampik tingginya bahaya narkoba, permasalahan pornografi bisa jadi dampaknya lebih berbahaya dibandingkan narkoba. Ibu delapan anak ini mencontohkan, seorang anak yang pernah kecanduan pornografi bisa jadi mengalami masalah psikologis, fisik, hingga akidah. Studi kasus menunjukkan anak yang pernah kencanduan pornografi lebih rentan sehingga dapat kembali terjerumus.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan anak masuk ke dunia pornografi, di antaranya pergaulan, lingkungan, smartphone, dan televisi. Secara khusus Nunung menyampaikan fenomena penggunaan smartphone saat ini. Orang tua sering tidak tahan atas rayuan anak untuk dibelikan smartphone, di antaranya ada juga yang memberikan smartphone agar anak “sibuk” dan tidak mengganggu aktivitasnya. Di sini orang tua sering lalai bahwa smartphone saat ini terknoneksi ke jaringan global yang bernama internet sehingga anak dapat mengakses konten apapun yang diinginkannya.

Pada kasus lain bisa jadi media berbau pornografi dapat saja justru berada di smartphone milik orang tuanya. Orang tua sering tidak menyadari hal ini. Teknologi WhatsApp misalnya, media foto atau video yang dikirimkan oleh pengguna lain baik secara pribadi maupun melalui grup bisa jadi otomatis tersimpan di ponsel. Ketika orang tua lalai, sangat dimungkinkan media tersebut akan dikonsumsi secara diam-diam oleh anak. Hal ini disampaikan mengingat selentingan kabar anak yang mengakses media berbau porno justru dari ponsel orang tuanya.

Nunung kahwatir, permasalahan pornografi ini seperti gunung es. Di permukaan terlihat sedikit, sementara di bawahnya sudah sedemikian luas dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, yang dapat dilakukan orang tua selain menjaga anak dari kemungkinan menggunakan media negatif atau terjun ke pergaulan yang kurang baik, adalah memberikan pendidikan Agama yang baik.

Menyekolahkan Anak di Sekolah Islam Terpadu seperti SDIT Ar Raihan merupakan tindakan tepat. Sekolah berusaha memberikan pendidikan akidah melalui program kurikuler dan ekstrakurikuler. Bahkan, pada baberapa kesempatan, ada program-program yang bersifat insidental yang dapat diikuti anak dan atau orang tua.

Kendati demikian, pemantauan orang tua dan kontribusi orang tua dalam pendidikan itu sendiri tidak bisa ditiadakan. Menyekolahkan anak di Sekolah Islam Terpadu bukan menyebabkan gugurnya tanggung jawab orang tua untuk mendidik secara langsung. Orang tua dan pihak sekolah seharusnya menjadi tim dalam pendidikan akidah anak.

Mengenai pendidikan fisik anak, Nunung menyoroti permasalahan makanan. Saat ini, terjadi pergeseran kebiasaan, dari masak sendiri menjadi jajan sendiri-sendiri. Orang tua yang merasa sibuk sering hanya memberi uang jajan kepada anak. Anak dibebaskan membeli apapun yang diinginkan. Celakanya, makanan yang selama ini dipandang menarik bagi anak justru makanan dalam kategori junk food yang notabene kontraproduktif bagi kesehatan.

SDIT Ar Raihan memang sudah berusaha menyajikan makanan yang baik bagi anak dengan cara menyediakan jasa katering. Anak secara terjadwal makan bersama dengan menu sehat dan variatif. Pihak sekolah berusaha mengedukasi anak untuk terbiasa mengonsumsi makanan sehat, misalnya sayur. Hanya saja, hal ini tidak akan berdampak maksimal ketika orang tua tidak melakukan hal serupa apalagi justru melakukan hal sebaliknya dengan abai atas kualitas makanan anak.

Ceramah singkat Koordinator BPH Yayasan Ar Raihan tersebut diakhiri dengan pembahasan atas aspek ekonomi dalam pendidikan Islam. SDIT Ar Raihan berusaha membangkitkan jiwa kewirausahaan anak dengan rutin menyelenggarakan Market Day. Melalui program ini anak dilatih untuk berdagang. Hanya saja, permasalahannya, pada beberapa kasus, yang sangat sibuk jusru orang tua sementara anak terima jadi. Permasalahan selanjutnya, ternyata banyak orang tua yang tidak mengajarkan kepada anak untuk menghitung pendapatan dan mengkalkulasi labah-rugi dari hasil penjualan. Biasanya hasil penjualan justru diserahkan kepada anak secara keseluruhan.

Memang, sedikit-banyak pendidikan kewirausahaan sudah dijalankan, paling tidak, anak sudah berlatih untuk mengesampingkan rasa malu dalam menjajakan barang dagangan. Namun, pendidikan tersebut tentu akan lebih mengena ketika para orang tua dengan kesadaran yang tinggi melibatkan anak dalam proses penyiapan barang dagangan, penenetuan harga, hingga penghitungan laba-rugi pasca-penjualan.

Acara yang berlangsung pukul 13.00 WIB sampai dengan 14.30 WIB tersebut ditutup dengan penjelasan Yunus Rohadi, Wali Kelas 2 Sholeh. Yunus menyampaian informasi tentang kurikulum sekolah (KTSP), buku-buku yang digunakan, kedisiplinan anak, hingga rencana ulangan tengah semester (9-13 Maret 2015). Pada kesempatan itu pula Yunus Rohadi menyampaikan bahwa SDIT Ar Raihan ditunjuk sebagai sekolah siaga bencana yang peresmiannya akan dilakukan oleh Bupati Bantul Sri Surya Widati pada 18 Maret 2015. (sab)